Sinta Ridwan, Duta Aksara dan Naskah Kuno

Cita-citanya mempopulerkan aksara Sunda sudah tercapai. Antara lain dengan membuka kelas Aksara Sunda Kuno (Aksakun) untuk umum. Saat ini, filolog yang menulis buku autobiografi “Berteman Dengan Kematian” ini sedang giat-giatnya membangun museum digital Filologia Nusantara.

Senyum SINTA RIDWAN terkembang saat ditemui di toko buku IMBooks miliknya di lantai 2 Gedung Indonesia Menggugat, Jl. Perintis Kemerdekaan, Bandung. Mengenakan jeans biru muda dipadu t-shirt warna biru berlogo salah satu acara stasiun tivi swasta, gadis kelahiran Cirebon 11 Januari 1985 ini mengupas rencananya membangun museum digital Filologia Nusantara.

“Saya sedang menyiapkan kontennya, karena websitenya sudah siap. Persiapannya sudah sampai tahap mengumpulkan data naskah dari beberapa museum di Indonésia, seperti museum yang ada di Solo, Yogyakarta, Jakarta, dan lain-lain,” ujar lulusan S2 Jurusan Filologi Universitas Padjajaran ini. “Tadinya saya memilih nama Ensiklopédia Naskah Kuno. Tapi setelah dipikir-pikir, rasanya lebih cocok Filologia Nusantara,” tambahnya.

Ada kendala yang dialami oleh Sinta dalam mewujudkan cita-citanya. Tidak semua museum mau memberikan naskahnya untuk didata. Padahal yang dibutuhkannya hanya foto dan data-data naskah. Mereka belum bersedia jika koleksi naskahnya diumumkan di internét.

Sinta tidak sendirian. Pekerjaan membangun museum digital tersebut dibantu oleh ku tujuh temannya. Nantinya museum ini akan menghadirkan berbagai koléksi naskah-naskah kuno dari seluruh penjuru Nusantara. Selain itu, juga akan diperkaya dengan wawancara bersama para filolog, buku-buku tentang hasil penelitian naskah kuno, dll. Tujuannya agar orang-orang mengenal dan mau belajar sejarah langsung dari sumbernya. Menurut Sinta, selama ini masyarakat mengalami kesulitan untuk mengakses naskah-naskah kuno yang tersebar di pelosok Nusantara. Itulah sebabnya masyarakat enggan mengkaji naskah-naskah tersebut.

Kecintaan Sinta terhadap naskah kuno, berawal ketika ia masih kuliah S2 di Jurusan Filologi Unpad. Rasa cinta itu akhirnya berkembang menjadi kekhawatiran. Saat itu aksara Sunda kuno baku sudah terdaftar di Unicode serta sudah banyak digunakan pada papan nama di jalan-jalan di Jawa Barat. Tapi menurutnya upaya untuk memasyarakatkan aksara Sunda ini tidak cukup sampai di situ. Aksara Sunda harus lebih dikenal. Akhirya muncullah ide untuk membuka kelas Aksara Suna Kuna (Aksakun). Di kelas itulah Sinta mengajarkan aksara Sunda utuk umum.

“Pada hari pertama pembukaan kelas Aksakun, yang hadir kebanyakan anak muda, terutama anak band yang menyukai musik musik underground. Mereka belajar penuh semangat, lalu aksara Sundanya dibuat desain untuk baju, poster, dan lain-lain,” jelas Sinta sambil tersenyum.

Sejak dibuka tahun 2009, tercatat tidak kurang dari 200-an orang yang telah belajar aksara Sunda kuno oleh Sinta. Mereka berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari guru, murid, mahasiswa, karyawan swasta, seniman, dsb. Dan bukan cuma orang Bandung, karena ada juga yang dari jauh seperti Tasikmalaya misalnya. Yang menarik, kelas ini gratis bagi siapapun yang ingin mempelajari aksara Sunda.

“Kalau bisa gratis, kenapa harus bayar? Saya suka kasihan, mereka sudah jauh-jauh datang (yang belajar-red), mengeluarkan ongkos sendiri, masa sampai di sini masih harus bayar pula,” pokna.

Upaya Sinta mendalami aksara dan naskah kuno, tidak hanya sampai di situ. Wanita yang dianugerahi Kick Andy Heroes Award 2012 ini semangatnya terus berkobar, terus meningkatkan ilmu yang sudah diperolehnya. Saat ini Sinta melanjutkan kuliahnya, seputar kajian dan penelitian naskah dan aksara kuno. Sinta yang tahun 2005 divonis menderita penyakit Lupus, penyakit yang hingga saat ini belum ada obatnya, tidak mau pasrah pada keadaan. Ia terus belajar dan berbagi ilmu kepada siapa pun. Cara itu menurutnya menjadi obat untuk mengatasi penyakitnya.

Satu demi satu cita-cita yang menjadi impiannya mulai terwujud. Dari mulai menulis buku, kuliah, membangun museum, hingga memiliki toko buku. Buku autobiografinya yang berjudul “Berteman Dengan Kematian”, yang bercerita tentang pengalaman dan perjuangan hidupnya dalam menghadapi penyakit Lupus, laris manis di pasaran. Buku tersebut sudah memasuki cetakan ketiga. Di sela-sela kesibukannya, saat ini Sinta juga sedang menulis novel. Ceritanya terinspirasi oleh kisah-kisah dalam naskah kuno.

Penulis: Ibnu Hijar Apandi
http://sundanomics.wordpress.com/
Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Tata Danamihardja.