Beatles Melayu, Masih Laku?

Sebuah kredo yang diyakini banyak orang: mempertahankan popularitas jauh lebih sulit daripada meraihnya, memang sulit untuk dibantah. Tengok saja, berapa banyak kelompok musik atau penyanyi yang tiba-tiba melejit, lalu setelah itu hilang tak tentu rimbanya. Namun hal itu tidak berlaku untuk The Beatles. Dengan rentang karir yang cukup singkat, mereka ternyata mampu menobatkan diri mereka sebagai kelompok musik yang tetap dikenang hingga saat ini.

G-Pluck, salah satu Beatles' tribute bands yang muncul ke permukaan
Salah satu buktinya adalah terus bermunculannya kelompok-kelompok musik yang secara khusus membawakan lagu-lagu The Beatles. Istilah kerennya: Beatles' tribute band. Hebatnya, fenomena ini terjadi di mana-mana, di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang malah tidak pernah disambangi oleh kelompok musik The Beatles. Nama-nama semacam Bharata, Mat Bitel, Silver Beat bukanlah nama yang asing bagi pencinta The Beatles di tanah air. Mereka dianggap mampu mengobati kerinduan pencinta The Beatles dengan menghadirkan lagu-lagu The beatles secara 'live'.

Belakangan, muncul sebuah tribute band yang namanya cukup mencuat di kalangan pencinta The Beatles: G-Pluck. Meski rada susah, mereka berupaya maksimal meniru alias menjiplak The Beatles hingga ke soal tampilan di panggung. Lihatlah misalnya bagaimana Awan sang bassist sampai belajar khusus memainkan bass secara kidal, karena dia sendiri tidak kidal. Atau bagaimana mereka berupaya tampil dengan rambut poni dan jas ala The Beatles di masa awal karir mereka. Dan terlepas dari soal penampilan, G-Pluck mampu memainkan lagu-lagu kelompok legendaris asal Liverpool itu dengan cukup baik.

Tanggal 24 November 2009 lalu, kelompok G-Pluck membuktikan hal itu di Planet Hollywood Jakarta. Lagu-lagu rock n' roll mengalir di awal penampilan mereka, laiknya appetizer pemancing selera. Penonton pun larut dalam suasana tujuh puluhan, ikut bernyanyi lagu-lagu kesayangan mereka.

Break diisi oleh penampilan Maliq and D'essential. Tadinya saya berharap mereka hanya akan membawakan lagu-lagu mereka sendiri. Ternyata mereka juga membawakan lagu-lagu The Beatles. Suatu hal yang patut disayangkan, karena mereka seperti tidak siap, meski pun lagu-lagu tersebut diaransemen ulang sesuai dengan warna musik mereka yang nge-jazz. Mikrofon yang nggak bunyi, bass yang kegedean, dan mixing yang kurang pas terasa sangat mengganggu, terutama di lagu pertama mereka (Norwegian Wood).

Sesi kedua penampilan G-Pluck dipercantik oleh kehadiran Vicky Sianipar pada keyboard. Permainan Vicky terlihat menonjol pada lagu-lagu yang agak psychedelic semacam Sergeant Pepper's Lonely Hearts Club Band. Menjelang akhir pertunjukan, G-Pluck kembali menggeber panggung dengan lagu-lagu bernuansa rock n' roll. Koor penonton yang mengalun sejak awal semakin membahana ketika Awan dengan gaya yang lumayan komunikatif mengajak penonton bernyanyi bersama pada lagu Hey Jude.

Secara keseluruhan, penampilan G-Pluck malam itu sangat baik. Terlepas dari beberapa kekurangan kecil seperti berhenti yang nggak kompak di lagu Day Tripper atau teks yang lupa di lagu Sergeant Pepper's (maklum nggak pake 'paririmbon'), G-Pluck berhasil mengobati kerinduan para penggemar The Beatles yang rela merogoh kocek (sendiri atau kocek temennya) cukup dalam, demi menonton pertunjukan mereka. Dan, seolah menjawab judul tulisan ini, Beatles Melayu ternyata masih cukup laku dalam khasanah pertujukan 'live music' di tanah air. Bravo, G-Pluck.