Bapak dan ibuku memang bukan seniman dalam pengertian melahirkan karya di pentas seni, tapi beliau berdua memiliki citarasa seni yang hebat menurutku, paling tidak untuk ukuran kampungku. Dulu bapakku bahkan punya satu buku khusus untuk mencatat rumpaka kidung Sunda yang beberapa diantaranya merupakan karya sendiri, dan biasa dipakai jika ada yang meminta untuk nyawer panganten. Sayang sekarang buku itu tak sempat terselamatkan dan hilang entah ke mana.
Ibuku yang meskipun suka malu-malu jika disuruh nyanyi, adalah penikmat lagu yang baik. Konon ia waktu kecil dulu suka dimarahi oleh kakaknya kalau nyanyi. Maka trauma itu membuatnya lebih memilih menjadi penikmat saja. Mungkin awalnya hanya menjadi penikmat hariring bapakku yang biasa ngawih sambil diiringi kacapi, meskipun lama-lama selera musikalnya semakin meluas. Barangkali banyak yang tidak percaya, di usia menjelang 80 tahun, ia masih suka mendengarkan lagu-lagu masa kini. Yang masih kuingat, ia suka sekali lagu All Rise (Blue). Hebat kan?
Dan aku, waktu kecil sering diajari lagu anak-anak seperti Becak, Bermain Layang-Layang, Pergi Belajar, Pelangi, Bintang Kecil, dll. Atau lagu-lagu Sunda semacam " rasa guligah, rapot alus angkana, seuri jeung surak..(judulnya lupa)" dst., beberapa lagu permainan seperti "Prang Pring Prung", Oray-orayan", dll. Aku termasuk beruntung sebab yang mengajariku bukan cuma beliau berdua, tapi juga kakak-kakakku.
Lagu berbahasa Inggris pertama yang kuketahui adalah Baa Baa Black Sheep, diajari kakakku tentunya. Lagu bahasa Inggris (anak-anak) berikutnya adalah The More We Get Together. Ini yang ngajarin adalah guru bahasa Inggris favoritku waktu SMP: ibu Oting Ratnawati. Bahkan waktu kelas 1 SMP aku mulai mahiwal, nyanyiin lagu The Beatles: Ticket to Ride di acara perpisahan kakak kelasku. Ini gara-gara dicekokin kakakku yang sering muter lagu-lagu The Beatles di rumah.
Agak serius dikit, dengan belajar menyanyikan lagu anak-anak jaman dulu, aku diajari banyak hal, termasuk konsep ketuhanan yang rumit, dalam bahasa anak-anak yang sederhana (Pelangi), berperilaku dalam masyarakat (Pergi Belajar), mandiri (Bangun Tidur, Bermain layang-Layang), dan masih banyak lagi. Tak heran karena kebanyakan pencipta lagu pada jaman itu adalah pendidik yang memahami betul psikologi anak. Barangkali itu pula sebabnya lagu-lagu tersebut begitu melekat dalam ingatanku sampai sekarang.
Nah, jika ada yang mau sama-sama bernostalgia, ayo kita dengerin 50 lagu anak-anak berikut ini. Sekalian buat bekal ngajarin anak-anak kita.
UPDATE: Sekarang jumlahnya bertambah jadi 75 lagu...
- Naik Kereta Api
- Pelangi
- Potong Bebek Angsa
- Trilili Tralala
- Lihat Kebunku
- Bintang Kecil
- Dua Mata Saya
- Anak Ayam
- Anak-Anak Indonesia
- Di Sini Senang
- Nama-Nama Hari
- Si Kancil
- Naik Delman
- Nina Bobo
- Aku Anak Sehat
- Kapal Api
- Bangun Tidur
- Kupu-Kupu Yang Lucu
- Twinkle Twinkle Little Star
- Bintang Kecil
- Menanam Jagung
- Anak Kuat
- Makan Apa (Clementine)
- Mari Pulang
- Becak
- Balonku
- Aku Seorang Kapiten
- Anak Kambing Saya
- Tasya - Cemara
- Naik-Naik Ke Puncak Gunung
- Chicha & Adi - Pergi Ke Sekolah
- Kukuruyuk
- Kucingku Belang Tiga
- Tik Tik Tik Bunyi Hujan
- Amri Membolos
- Pergi Belajar
- Kepada Guru
- Adi & Endi - Buah Rambutan (Pak Kasur)
- Gelang Sipatu Gelang
- Kunyah-Kunyah
- Tasya - Aku Anak Gembala
- Adi Karso & Endi Mamon - Bila Kuingat
- Tasya - Paman Datang
- Tasya - Gembira Berkumpul
- Tasya - Barisan Musik
- Tasya - Ambilkan Bulan Bu
- The More We Get Together
- Baa Baa Black Sheep
- Bermain Layang-Layang
- Desaku
- Aku Seorang Kapiten
- Lagu Bermain
- Awan
- Tasya - Bintang Kejora
- Burung Hantu
- Burung Kakaktua
- Burung Kutilang
- Cicak Di Dinding
- Dakocan
- Tasya - Hujan Rintik-Rintik
- Hujan (video)
- Ibu Pertiwi
- Lihat Kebunku
- Keranjang Sampah
- Kring Kring Ada Sepeda
- Kunang-Kunang
- Kupu-Kupu Yang Lucu
- Pemandangan
- Topi Saya Bundar
- Tukang Kayu
- Elfa's Singers - Soleram
- Tasya - Salamku Kawan
- Tasya - Kasih Yang Abadi
- Tasya - Cemara
- Tasya - Jangan Takut Gelap