Ini bukan cerita polisi dalam film-film Amerika yang tak pernah kalah. Bukan! Bukan pula polisi yang punya beberapa rumah mewah atau kolektor mobil mewah. Ini hanya cerita tentang polisi miskin yang hingga pensiun pangkatnya tak sampai AKBP.
Lalu di mana hebatnya? Sabar, kawan. Kalau kehebatan diukur dari kekayaan, tingginya pangkat, kedudukan dan jabatan, karir dan sejenisnya, maka pak polisi yang saya ceritakan ini tidak ada apa-apanya. Bahkan kemungkinan besar masuk dalam kategori gagal!
Ilustrasi: pasarkreasi.com |
Begitu saja. Tak ada yang menonjol darinya selain keramahannya. Jarang-jarang kan polisi ramah. Hanya beberapa bulan, dia dipindahkan entah ke mana. Selama belasan tahun tak ada kabar beritanya. Dan Pak Senyum yang cuma polisi biasa ini mulai dilupakan. Nah, lalu di mana hebatnya? Sebentar...
Kira-kira setahun yang lalu, saya melihatnya di sebuah pos polisi di perempatan kota tetangga. Sepintas, karena saya di kendaraan umum, tapi pasti tak salah lihat. Saya masih ingat sosoknya yang jangkung dan sedikit kurus. Dan masih seperti itu, lengkap dengan senyumnya. Saya melihatnya sedang menyapu pos jaga.
Yang mengherankan adalah, kok masih bertugas di lapangan? Polisi senior, masih menyapu juga? Saya tahu, teman-teman seangkatannya saat ini sudah banyak yang menjadi pejabat, minimal sudah lebih banyak bertugas di kantor. Terlibat kasus indisiplinerkah Pak Senyum sehingga nasibnya seperti itu? Ini benar-benar sebuah misteri.
Baru beberapa hari lalu misteri itu terjawab secara tak sengaja. Saya bertemu seorang polisi di tempat pengobatan alternatif. Obrolan basa-basi berkembang ketika iseng-iseng saya nanya soal Pak Senyum. "Oh, dia.." jawab pak polisi ini sambil menyebutkan nama asli Pak Senyum. "Ya, pasti dia, soalnya cuma dia satu-satunya polisi miskin di kota ini," imbuhnya lagi sambil tersenyum.
Dari obrolan itu saya jadi tahu bahwa Pak Senyum memang tak banyak berubah. Dan yang luar biasa, dialah satu-satunya (atau mungkin satu dari sangat sangat sangat sedikit) polisi yang membenci suap. Konon pernah satu kali Pak Senyum ditempatkan di bagian SIM. Sudah menjadi rahasia umum bahwa bagian SIM ini termasuk bagian yang paling basah. Tapi apa yang terjadi? Teman-temannya di bagian yang sama mengeluh karena mereka jadi kehilangan 'setoran' gara-gara Pak Senyum tak pernah mau menerima uang terimakasih atau apapun namanya. Biaya yang dibayar adalah biaya resmi tanpa pungutan lain apa pun.
Maka Pak Senyum pun dipindahkan lagi ke tempat lain. Dia benar-benar seorang polisi yang sederhana. Hidupnya hanya dibiayai oleh gaji yang diterimanya sesuai dengan pekerjaannya. Di luar itu, dia tak pernah mau menerimanya. Bahkan pernah suatu saat dia membongkar kejahatan korupsi atasannya sendiri. Nah sekarang Anda mulai bisa menilai kehebatannya kan? Kalau selama ini beredar pemeo yang mengatakan bahwa "hanya ada dua polisi yang baik yaitu Pak Hoegeng (mantan Kapolri) dan polisi tidur", maka sekarang berubah menjadi tiga!
Sayang polisi baik seperti ini bukannya mendapat penghargaan yang sesuai, bahkan di kepolisian sendiri, tempatnya mengabdi. Malah sebaliknya, kenaikan pangkatnya sering tersendat dan karirnya jalan di tempat. Bukannya dijadikan model standar polisi yang baik, malah justru disisihkan teman-temannya sendiri. Tapi apapun yang terjadi, Pak Senyum tetap berpegang teguh pada prinsip yang dianutnya, hingga pensiun, bahkan sampai sekarang. Tak ada piagam penghargaan, tak ada pujian dari atasan, dan tak ada imbalan materi yang didapatkan.
Berbuat baik dan lurus tanpa mengharapkan pujian dan imbalan. Sungguh, ini seperti sebuah oase di tengah krisis moral di kalangan pelayan rakyat. Sebuah oase sunyi dan jauh dari ingar bingar publikasi. Jangan takut Pak Senyum. Allah maha tahu, dan tunggu saja balasan yang jauh lebih hebat dari imbalan apa pun yang bisa diberikan manusia. Insya Allah.