Penerjemah, Profesi Sunyi

Saya hampir yakin bahwa Anda akan bingung atau paling tidak tertegun sejenak, jika ada yang bertanya kepada Anda, "Siapa penerjemah favorit Anda?". Reaksinya mungkin akan berbeda ketika pertanyaannya diganti menjadi, "Siapakah penyanyi favorit Anda?". Anda, atau tepatnya kita, pasti lebih siap untuk menjawab pertanyaan yang kedua.

Salah satu buku yang saya terjemahkan. Sunyi, tanpa publikasi.
Padahal jika ditelusuri lebih jauh, peran penerjemah cukup dekat dengan keseharian kita. Banyak sekali literatur, buku, artikel, filem dan media lainnya yang kehadirannya tidak lepas dari peran penerjemah. Dan dengan demikian tugas kita menjadi lebih ringan dalam memahami apa yang kita baca/tonton. Waktu kita menjadi lebih hemat dalam memahaminya jika disampaikan dalam bahasa yang kita pakaisehari-hari.
Buku terjemahan saya yang lain. Juga sunyi.
Jika Anda suka dengan karya-karya Agatha Christie misalnya, pernahkah terlintas dalam pikiran Anda untuk mengatahui siapa penerjemahnya? Tak perlu merasa berdosa ketika dengan berat hati Anda menjawab tidak, sebab memang kita dikondisikan untuk merespons seperti itu. Maksudnya? Kalangan pemakai jasa penerjemah sendiri (misalnya penerbit buku) masih belum memperlakukan penerjemah sebagaimana mestinya. Dengan kata lain, profesi penerjemah masih dipandang sebelah mata.

Ambillah sebuah buku terjemahan dari bahasa asing. Periksalah sampulnya. Adakah nama penerjemah di sampulnya? No way, hampir pasti Anda tidak akan menemukannya. Sekarang coba bukadi bagian dalam, carilah nama penerjemah. Aha! Akhirnya Anda menemukannya bukan? Terselip di halaman dalam dengan huruf yang sangat kecil. Masih untung jika Anda tidak perlu menggunakan kaca pembesar untuk menemukannya :) Padahal untuk menerjemahkan sebuah buku dengan ketebalan sedang, rata-rata diperlukan waktu antara 3 hingga 4 bulan.
Bahkan penerjemah buku ini, Ny. Suwarni A. S., tak banyak yang mengenalnya. Padahal bukunya sangat digemari...
Profesi penerjemah memang jauh dari hiruk pikuk publikasi. Sehebat apa pun penerjemah, jangan berharap bisa menjadi selebritas di kalangan pembaca karya-karyanya. Kepuasan para pekerja sunyi ini cukup sampai pada kepuasan pribadi jika karyanya bisa diterima oleh pembacanya. Padahal jika nama penerjemah ditaruh di sampul saja, rasanya akan menambah semangat mereka untuk bekerja lebih baik lagi.

Untuk memperlakukan penerjemah secara wajar memang tidak bisa dilakukan sendirian. Harus ada niat baik dari berbagai pihak, termasuk penerbit, pembaca dan kalangan lain, khususnya yang bersinggungan langsung dengan bidang penerjemahan. Dan nampaknya, dunia sunyi para penerjemah masih akan terus berlangsung, entah sampai kapan.