Kasihan Ibu, yang kerap dilupakan anaknya sendiri. Padahal tak pernah sedetik pun ia lupa pada anaknya. Khawatir kalau anaknya belum pulang. Cemas kalau anaknya sakit. Tak pernah lupa menyiapkan sarapan buat anak-anaknya. Selalu ingat kebiasaan-kebiasaan kecil anaknya, dan berulang-ulang diceritakannya lagi dengan bangga kepada setiap orang. Padahal kita sering malu dan kesal, lupa bahwa begitulah caranya menyayangi kita, mengingat kita.
foto: republika.co.id |
Kasihan Ibu, ketika kita beranjak dewasa dan berkeluarga, ia harus menikmati kesunyian sendirian. Sementara anak yang dibanggakannya, terlalu sibuk dengan urusan keluarga barunya, sehingga tak sempat menengok bahkan meski cuma seminggu sekali. Padahal tak ada yang diharapkannya, selain sekedar merasa punya arti bagi anak-anaknya. Selain merasa tetap disayangi tetap bisa menyayangi anak-anaknya.
Kasihan kita, yang tak pernah bisa memahami apa keinginan Ibu. Padahal sederhana saja yang dinginkannya, tetap memiliki arti di mata anak-anaknya. Kita sering merasa terlalu pintar untuk mencoba memahami perasaan Ibu, padahal sesungguhnya terlalu bodoh untuk sekedar memahami diri sendiri. Kita bahkan sering tidak tahu betapa besar kasih sayang Ibu kepada kita. Kita baru menyadari itu ketika Ibu sudah pergi meninggalkan kita. Dan airmata tak pernah bisa menebus rasa sesal kita.
Maka, sayangi Ibu, pahami Ibu, muliakan Ibu, setiap hari. Senangkan hatinya, dengan apa yang kita punya, dengan apa yang kita bisa. Mulai sekarang. Tak perlu tunggu Hari Ibu berikutnya.