Soal Bahasa

Bahasa menunjukkan bangsa. Klise, tapi begitulah kenyataannya. Asal muasal seseorang bisa dilihat dari bahasanya, bahkan dalam kasus tertentu juga dari dialek dan idioleknya. Meski kadang-kadang bisa meleset, tapi paling tidak ini bisa dijadikan patokan untuk menebak-nebak. Tapi yang jelas, soal bahasa ini juga bisa menjadi kendala dalam berkomunikasi, dan kadang-kadang menimbulkan kejadian-kejadian lucu.

Saya jadi ingat, ketika pertamakali datang ke Cirebon, lebih banyak bengongnya daripada ngobrolnya. Karena secara fisik tidak ada perbedaan antara orang Cirebon dan non Cirebon, seringkali orang ngajak saya ngobrol menggunakan bahasa Cirebon. Kalau sudah begini, biasanya saya cuma bisa senyum-senyum, meskipun tidak tahu pasti apakah respon seperti ini tepat atau tidak. Pernah suatu ketika saya ikutan nongkrong di warung kopi. Yang punya warung nyerocos dalam bahasa Cirebon.

Melihat respon saya cuma senyum, dia ngomong, “Ngobrol dong Mas, aja meneng bae..”

Setelah saya jelaskan bahwa saya baru dua hari di Cirebon dan nggak ngerti apa yang dia omongin, giliran dia yang tertawa.

Kali lainnya, saya ke warung, beli shampo. “Tuku shampo Bu,” kata saya dengan bahasa Cirebon yang cuma itu-itunya, ke ibu-ibu pemilik warung.

“Wah rarang Mas,” jawab si Ibu sambil ngeloyor ke pintu di belakang toko.

Saya pikir pasti dia mau ngambil shampo di rumahnya atau di gudang barangkali. Tapi kok lama ya? Beli teka-teka. Ada kira-kira setengah jam saya berdiri di situ, sambil iseng-iseng berusaha memahami alunan lagu Mabok Bae dari radio warung sebelah. Akhirnya si ibu kembali ke toko, dan menatap saya yang masih berdiri di situ dengan tatapan heran.

“Mas mau beli shampo tah?” tanyanya, kali ini dengan bahasa Indonesia tapi tetap logat Cirebon.

“Iya. Kok lama Bu? Kaki saya sampe pegel..”

“Lho.. Tadi kan saya sudah bilang nggak ada..” jawab si ibu.

Ya ampun, bilang kek dari tadi nggak ada. Tapi.. rarang itu kan artinya nggak ada..

“Ya udah, tuku udud aja Bu,” saya berusaha menutupi rasa malu. Daripada pulang dengan tangan hampa, ya sudah, beli rokok saja.

Celakanya, tatapan si Ibu malah semakin aneh seperti melihat mahluk dari planet lain.

“Emangnya Mas kalo keramas pake rokok ya?”

Idih tingeling, ibu ini lemot juga. Ya nggak mungkin lah keramas pake rokok! Maunya saya marahin saja si ibu ini, tapi saya beli wedhi. Wong nggak kenal jeh..

Catatan:
  • aja meneng bae = jangan diem aja
  • beli teka-teka = nggak muncul-muncul
  • rarang = nggak ada
  • tuku udud = beli rokok
  • idih tingeling = sialan (tergantung konteks)
  • beli wedhi = nggak berani
  • jeh = ungkapan penegasan