Jempol atau persisnya thumb-up alias ibu jari yang mengarah ke atas, adalah simbol universal untuk menyatakan bahwa yang diberi simbol tersebut bagus. Meski ada lagi thumb-down alias jempol yang mengarah ke bawah untuk menyatakan bahwa sesuatu itu jelek, namun kali ini kita tidak akan membicarakan hal itu. Jadi, mari kita sepakati lagi bahwa jika saya menyebut jempol, itu artinya thumb-up.
Sekarang mari kita perhatikan jempol masing-masing. Bukan jempol kaki lho, jempol tangan. Ini adalah bagian tubuh yang perlu kita hormati mengingat ia merupakan ibu dari jari-jari kita yang lain. Dan mungkin justru karena perannya sebagai ibu itulah maka ia dijadikan simbol untuk menyatakan yang baik-baik. Beda dengan 'si anak nakal' jari tengah yang biasa dipakai untuk mengekspresikan hal-hal yang tidak senonoh.
Kenapa saya minta untuk memperhatikan jempol masing-masing? Sekedar untuk memastikan bahwa jempol Anda bersih :) Periksa kalau-kalau ada kotoran hitam di kukunya. Ini penting karena simbol kebaikan tentu tidak boleh mengandung hal-hal yang bisa mencemari kadar kebaikannya.
Sekarang bayangkan ketika guru sekolah Anda dulu memuji kepandaian Anda dengan memberi acungan jempol. Apa yang Anda rasakan? Atau bayangkan ketika wanita cantik tetangga Anda mengacungkan jempol sambil melemparkan senyum paling manis karena Anda berhasil membetulkan komputernya yang rusak. Gimana rasanya? Pasti Anda degdegan bahagia sambil membayangkan betapa senangnya kalau dia mau jadi pacar Anda ;)
Itu sekedar gambaran betapa hanya dengan gerakan sederhana mengacungkan jempol bisa tercipta kebahagiaan yang begitu besar. Padahal Anda atau siapa pun tidak perlu mengeluarkan uang untuk melakukannya. Tentu saja melakukannya harus disertai dengan hati yang tulus, dan juga jangan terlalu sering.
Lho kenapa? Bukankah semakin sering kita mengacungkan jempol akan semakin sering pula orang lain merasa bahagia? Oh, no my man! Kalau Anda pernah belajar ekonomi, Anda pasti kenal dengan yang namanya supply & demand. Antara permintaan dan penawaran harus dijaga agar seimbang. Kalau supply alias penawaran lebih besar daripada demand atau permintaan, maka akan terjadi ketidakseimbangan pasar. Nilai produk akan turun, dan harganya akan anjlok.
Maka jika Anda terlalu sering mengacungkan jempol Anda, apalagi hanya sekedar untuk menyenangkan orang lain, nilai jempol Anda akan turun drastis. Penyanyi dangdut yang Anda taksir mungkin tak merasa bahagia lagi ketika Anda mengacungkan jempol untuk setiap kata yang dia nyanyikan, atau bahkan ketika ia batuk dan keselek. Saya yakin sang dewi pujaan ini bahkan akan merasa sebal dan menganggap Anda menghinanya. Jadi lakukan seperlunya saja pada saat Anda memang benar-benar mengagumi sesuatu dari lubuk hati Anda.
Jika Anda ngotot melakukannya sesering mungkin, maka akan terjadi inflasi jempol. Persis seperti yang terjadi di Facebook. Media jejaring pertemanan yang jeli ini memang menyediakan simbol thumb-up alias jempol untuk mengekspresikan pujian antar sesama pengguna. Celakanya banyak orang yang tidak sadar akan bahaya inflasi jempol ini. Maka bertebaranlah jempol-jempol ngasal. Masa orang nulis 'wkwkwk' saja dikasih jempol, tanda tanya dikasih jempol, tulisan 'gue laper' pun dikasih jempol. Ini terutama kalau yang nulis statusnya adalah cewek cantik. Yang lebih parah lagi, ada orang yang mendapat musibah malah dikasih jempol... Astaga!
Makanya kalau saya ada di friendlist Anda dan saya jarang ngasih jempol atau komentar, jangan sedih atau sebel. Itu adalah cara saya menyayangi Anda agar sekalinya saya ngasih jempol atau komentar, Anda akan merasa bahagia sebab percayalah, apa yang saya lakukan benar-benar tulus.
O ya, pesen saya, berikan jempol Anda untuk tulisan ini hanya jika Anda benar-benar menyukainya. Toh saya tahu persis, tanpa ngasih jempol pun Anda pasti menyukai tulisan ini ;)
Ayo ah, jangan obral jempol sembarangan...